nidianews.com – Suara peluit panjang, dentuman roda baja di atas rel, dan pemandangan sawah serta gunung yang tersapu dari jendela kereta semua itu sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia selama lebih dari satu setengah abad. Kereta api bukan sekadar transportasi; ia adalah saksi bisu perjalanan panjang bangsa: dari masa kolonial, perjuangan kemerdekaan, hingga era modern dengan kereta cepat Whoosh.
Awal Mula: Rel untuk Kolonial
Tanggal 17 Juni 1864 menjadi titik awal sejarah kereta api Indonesia. Di Semarang, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Baron Sloet van de Beele, memukul palu pembangunan jalur kereta pertama oleh perusahaan swasta Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS). Rel itu menghubungkan Semarang Tawang β Tanggung sejauh 25 kilometer, dan resmi beroperasi pada 10 Agustus 1867.
Namun jangan bayangkan kereta api pada masa itu dibuat untuk kenyamanan masyarakat. Jalur ini dibangun semata-mata demi kepentingan kolonial: mengangkut hasil bumi gula, kopi, dan tembakau dari pedalaman ke pelabuhan agar lebih mudah diekspor ke Eropa.
Sejarawan transportasi, Adrian Sutedi, pernah menulis:
βKereta api di Hindia Belanda adalah alat ekonomi kolonial. Tetapi tanpa disadari, ia justru membuka akses sosial yang kelak memengaruhi kehidupan rakyat pribumi.β
Rel yang Mengubah Kota dan Kehidupan
Ekspansi rel kemudian meluas ke berbagai daerah. Pemerintah kolonial mendirikan Staatsspoorwegen (SS) pada 1875 untuk membangun jalur baru. Hingga 1939, panjang rel di Hindia Belanda mencapai lebih dari 7.400 km, tersebar di Jawa, Sumatra, Madura, dan Sulawesi (meski beberapa jalur di luar Jawa tidak berkembang luas).
Rel membawa perubahan besar. Stasiun-stasiun yang awalnya sepi, perlahan menjelma menjadi pusat kota. Pasar tumbuh di sekitarnya, memudahkan distribusi barang dagangan. Mobilitas manusia meningkat seorang pedagang dari Yogyakarta bisa ke Semarang dalam sehari, hal yang sulit dibayangkan sebelumnya.
βKereta api membuat kota-kota kecil di Jawa terhubung. Desa yang tadinya terpencil, tiba-tiba ramai karena dilewati rel,β* ujar Dr. Anhar Gonggong, sejarawan, dalam sebuah wawancara.
Dari Kolonial ke Republik
Setelah Proklamasi Kemerdekaan 1945, kereta api menjadi bagian penting perjuangan. Pada 28 September 1945, para pejuang kereta api mengambil alih jalur dan peralatan dari Jepang. Mereka lalu mendirikan Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI).

Hari itu dikenang sebagai momen bersejarah. Bukan sekadar pengambilalihan aset, melainkan simbol berdirinya kedaulatan transportasi nasional. Sejak saat itu, rel dan lokomotif digunakan untuk mengangkut logistik perang, menyelundupkan pasukan, hingga menjadi medan sabotase melawan tentara Belanda.
Peristiwa tersebut kini diperingati sebagai Hari Kereta Api Nasional.
Masa Suram: Kereta yang Terlupakan
Memasuki era 1970β1990-an, kereta api mengalami masa sulit. Infrastruktur menua, jadwal sering molor, pelayanan buruk, dan tiket tanpa tempat duduk membuat pengalaman naik kereta terasa melelahkan. Banyak orang memilih bus malam atau kendaraan pribadi ketimbang naik kereta.
Nama perusahaan pun berubah-ubah: dari PJKA, lalu Perumka (1991), hingga akhirnya menjadi PT Kereta Api Indonesia (KAI) pada 1999.
Bagi banyak orang, kereta saat itu identik dengan stasiun penuh sesak, bau solar, dan kereta ekonomi yang sumpek.
Kebangkitan: Dari Argo Hingga KRL Modern
Titik balik mulai terlihat sejak awal 2000-an. PT KAI melakukan reformasi pelayanan besar-besaran. Tiket tanpa tempat duduk dihapus, sistem reservasi online diberlakukan, gerbong diperbarui, dan ketepatan waktu jadi prioritas.
Masyarakat kembali melirik kereta sebagai moda transportasi andalan. Lahir pula berbagai layanan baru: Argo Bromo Anggrek (JakartaβSurabaya), Argo Parahyangan (JakartaβBandung), hingga kereta bandara di Jakarta dan Medan.

Di Jabodetabek, KRL Commuter Line berkembang pesat. Dari jalur yang dulu terbatas, kini KRL melayani jutaan penumpang setiap hari, menjadi tulang punggung transportasi urban.
Era Baru: Whoosh, Kereta Cepat Pertama di Asia Tenggara
Puncak sejarah baru perkeretaapian Indonesia terjadi pada 2 Oktober 2023. Indonesia meresmikan Kereta Cepat JakartaβBandung (Whoosh), proyek kerja sama dengan Tiongkok.
Dengan kecepatan hingga 350 km/jam, Whoosh mampu memangkas perjalanan JakartaβBandung hanya dalam 36 menit. Proyek ini menjadikan Indonesia sebagai negara pertama di Asia Tenggara yang memiliki kereta cepat.
Presiden Joko Widodo saat peresmian mengatakan
βKereta cepat ini bukan hanya sarana transportasi, tetapi simbol lompatan teknologi dan peradaban bangsa kita.”

Kini, kereta api bukan sekadar rel baja yang membentang di atas tanah. Ia adalah penghubung masa lalu, masa kini, dan masa depan. Dari kepentingan kolonial, kendaraan perjuangan republik, masa suram, hingga era modernisasi kereta api selalu punya cerita.
Setiap kali peluit panjang melengking di stasiun, kita seperti diingatkan bahwa perjalanan kereta api Indonesia masih terus berlanjut. Dan rel-rel itu, entah di desa kecil atau kota besar, tetap menjadi saksi bisu perjalanan bangsa. (*)


















