Dalam beragam literasi ditemukan bahwa ajaran Islam membolehkan kita untuk bercanda. Tetapi harus beretika dan beradab tidak boleh sembarangan dalam bercanda atau bergurau.
Merujuk al-Qur’an dan hadist ditemukan ayat-ayat dan hadits yang merespon tentang bercanda atau bergurau. Dalam sebuah hadits nabi pernah bersabda yang artinya, “sesungguhnya aku juga bercanda, tetapi aku tidak mengatakan kecuali yang benar ; (HR Thabroni).
Teks hadits ini membolehkan kita bercanda sekaligus memberikan tuntunan dalam mengekspresikan candaan dengan batasan-batasan tertentu tidak dibolehkan berbohong.
Lebih jauh hadits ini mengirim pesan boleh bercanda dengan perkataan atau ucapan. Selain bercanda dalam bentuk ucapan, Islam membolehkan kita bercanda dengan perbuatan.
Sebuah hadits riwayat Ahmad, menyebut ada seorang sahabat benama Zahir bin Haram dari suku Badui berwajah jelek, Zahir biasa membawa barang-barang kepada nabi untuk di jual. Ketika Zahir akan pulang ke kampungnya Rosulullah selalu menyiapkan barang-barang untuk keperluannya di kampung.
Pada suatu hari dia datang kepada nabi. Diam-dian Rosulullah mendekapnya dari belakang. Zahir berkata siapa ini ? lepaskan saya, Zahir menoleh ternyata dia adalah Rusulullah.
Lalu Zahir menempelkan punggungnya pada dada Rasul. Kemudian Rosul bersabda ” Siapa yang mau membeli budak ini ?” Zahir berkata
“Wahai Rosulullah demi Allah, kalau begitu, niscaya engkau akan mendapatku sebagai barang (budak)
yang tidak laku dijual (karena jeleknya wajah) Roulullah bersabda ” akan tetapi engkau di sisi Allah SWT bukan orang yang tidak laku dijual” atau sabda Rasul “akan tetapi, engkau di sisi Allah SWT mahal” (HR Ahmad dalam musnad 2/161).
Hadits ini memberi pesan kepada kita semua bahwa nabi membolehkan bercanda atau bergurau
dengan perbuatan selain dengan perkataan atau ucapan.
Dari beberapa literasi yang kita ketahui, kendati Islam membolehkan bercanda baik dengan ucapan maupun perbuatan, tetapi harus memiliki tata krama dan etika dalam bercanda (Adab al Mizaah). Etika dan tata kerama bertujuan untuk menghindari terjdinya konflik antar orang yang bercanda dengan orang yang menjadi objek candaan.
Dalam literasi Islam ditemukan tentang etika dan batasan dalam bercanda. Tidak jarang ditemukan diawali dengan candaan atau bergurau diakhiri dengan tidak saling menyapa dan permusuhan.
Karena tidak semua bercanda dapat diterima dalam semua suasana atau situasi. Dalam bercanda tetap harus memperhitungkan kontektualisasi di mana kita bercanda.
Beberapa etika yang menjadi warning dalam bercanda atau bergurau dalam Islam lebih spesifik ketika ibadah haji yang dalam tulisan ini penulis menampilkan empat hal yang menurut saya substansial adalah ; pertama ; tidak mengandung kebohongan. Ketika bercanda atau bergurau materi candaan atau isi pesan candaan tidak berbohong atau berdusta.
Dalam sebuah hadits ditemukan tentang larangan berdusta ketika bercanda.
Nabi bersabda yang artinya ” celaka bagi orang-orang yang berbicara kemudian dia berbohong supaya bisa membuat orang-orang tertawa, celakalah bagi, celakalah baginya” (HR. Ahmad, Abu Dawud, at Turmuszi dan Hakim).
Terkadang dengan niatan dan tujuan menghibur para jamaah lalu kemudian membuat cerita yang dilebih-lebihkan dan bahkan tidak benar, ini merupakan candaan yang dilarang dalam Islam.
Kedua; tidak bercanda dengan ayat ayat Allah dan hukum syariatNya. Islam mengajarkan untuk tidak bercanda tentang Tuhan, RasulNya, agama dan hal-hal yang dianggap sakral.