Pemasangan biopori tidak hanya bermanfaat untuk mengatasi genangan air, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk keperluan pemupukan organik. Rudy menjelaskan bahwa lubang biopori dapat digunakan untuk menampung daun-daun kering atau sisa-sisa tanaman. Setelah daun-daun ini membusuk dan berubah menjadi humus, hasilnya dapat digunakan sebagai pupuk alami yang baik untuk tanaman.
Untuk ukuran lubang biopori yang ideal, Rudy menyebutkan bahwa kedalaman lubang berkisar antara 80 hingga 100 cm. Kedalaman ini cukup untuk memastikan air dapat terserap dengan baik ke dalam tanah dan daun-daun yang dimasukkan ke dalam lubang dapat terurai secara alami.
“Sejauh ini, pemasangan biopori di Pangkalpinang sudah dilakukan di beberapa sekolah, antara lain SMAN 3 Pangkalpinang, SMKN 4 Pangkalpinang, dan SDN 36 Pangkalpinang,” Imbuh Rudy
Pemasangan di sekolah-sekolah ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi masyarakat umum untuk ikut berpartisipasi dalam program pemasangan biopori, terutama di lingkungan rumah masing-masing.
Tidak hanya di Kota Pangkalpinang, program pemasangan biopori juga telah diperluas ke daerah lain di Bangka Belitung, seperti di Kabupaten Bangka dan Bangka Barat. Dengan semakin banyaknya lubang biopori yang dipasang, diharapkan masalah genangan air yang sering terjadi selama musim hujan dapat diminimalisir.
Secara keseluruhan, sosialisasi dan pemasangan biopori yang dilakukan oleh Balai Wilayah Sungai Bangka Belitung merupakan langkah konkret untuk mengatasi masalah genangan air di wilayah Pangkalpinang dan sekitarnya. Selain berfungsi untuk menyerap air ke dalam tanah, biopori juga memberikan manfaat tambahan berupa pengelolaan limbah organik yang dapat diubah menjadi pupuk.
Dengan memasang biopori di lokasi-lokasi yang strategis, baik di fasilitas umum, sekolah, maupun halaman rumah, masyarakat diharapkan dapat berkontribusi dalam menjaga lingkungan dan mengurangi dampak buruk dari genangan air. (AS)