Pangkalpinang, ndianews.com – Badan Wakaf Indonesia (BWI) merupakan lembaga independen yang memiliki peran penting dalam pengelolaan harta benda wakaf di Indonesia. Meski seringkali disalahpahami sebagai bagian dari Kementerian Agama (Kemenag), BWI sejatinya berdiri sendiri dan setara dengan lembaga lainnya seperti BAZNAS dan BPJPH.
“BWI bukan di bawah Kemenag, ini lembaga mandiri yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang tentang Wakaf,” jelas Ketua BWI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, H Abdul Rohim, saat dihubungi nidianews.com, Rabu (18/6/2025).
Abdul Rohim menegaskan bahwa struktur organisasi BWI mencakup perwakilan di tingkat provinsi hingga kabupaten/kota. Di Bangka Belitung sendiri, kepengurusan BWI di empat kabupaten dan satu kota, baru saja dilantik pada Selasa (17/6/2025).
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa tugas utama BWI adalah mengelola dan memberdayakan harta benda wakaf. Meski proses ikrar dan administrasi awal wakaf tetap dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA), pengelolaan dan program pemanfaatannya menjadi ranah BWI.
“Jika ada masyarakat yang ingin berwakaf, proses ikrar wakaf dilakukan di KUA. Setelah itu, KUA menerbitkan Akta Ikrar Wakaf (AIW), dan AIW ini menjadi dasar untuk pengajuan sertifikat ke Badan Pertanahan Nasional (BPN),” terang Abdul Rohim.
Menurutnya, sistem pelayanan wakaf juga sudah mengalami digitalisasi. Proses pendaftaran dapat dilakukan secara online. Setelah tanah tersebut resmi menjadi wakaf, Nazir (pengelola wakaf) wajib melaporkannya ke BWI.
“BWI yang akan menyusun program pengelolaan, pengembangan, dan pemberdayaan harta wakaf tersebut. Ini menjadi bagian penting agar aset wakaf benar-benar produktif dan bermanfaat bagi umat,” imbuhnya.
Dalam hal ini, BWI tidak menangani urusan administrasi penerbitan sertifikat, namun fokus pada pembinaan Nazir dan pengelolaan aset.
“Kalau baru mau berwakaf, ajukan AIW ke KUA dulu. Tapi kalau sudah ada tanah wakafnya, silakan langsung lapor ke BWI agar bisa ditindaklanjuti dalam bentuk program pengelolaan,” tutup Abdul Rohim. (AS)