Pangkalpinang, nidianews.com – Perkumpulan Cita Tenun Indonesia (CTI) menggelar Pelatihan dan Pengembangan Tenun Cual Bangka pada 12–15 November 2025. Kegiatan yang berlangsung selama empat hari ini diikuti 20 peserta dari Pangkalpinang, Sungailiat, dan Mentok, dengan menghadirkan instruktur berpengalaman dari CTI.
Quality Control CTI, Sjamsidar Isa, menjelaskan bahwa CTI yang diketuai Oke Hattaradjasa memiliki komitmen kuat dalam melestarikan dan mengembangkan tenun Nusantara. Hingga kini, CTI telah melaksanakan pelatihan di 18 titik dari total 28 titik yang direncanakan di seluruh Indonesia.
“Indonesia adalah negara yang paling kaya teknik tenun. Kita punya ikat songket, ikat fungsi, ikat pakan kekayaan ini menjadikan kita lebih unggul dari bangsa lain,” ujar Sjamsidar, Jumat (14/11/2025).
Ia menuturkan bahwa kerajinan tenun masih belum dikenal luas oleh seluruh masyarakat, namun tetap hidup di desa-desa yang menjadi pusat para perajin, sebagian besar dengan kondisi ekonomi terbatas. Karena itu, CTI tak hanya fokus pada pelestarian, tetapi juga penguatan daya saing lewat penyusunan buku tenun Indonesia, pembinaan, hingga pemasaran.
“Kami membuat modul yang berbeda dari kementerian atau asosiasi lain. Programnya disusun matang, berdasarkan kebutuhan nyata perajin di daerah,” jelasnya.
Menurut Sjamsidar, pelatihan tidak dilakukan sekali selesai, melainkan minimal empat kali pendampingan berkelanjutan. Instruktur CTI hadir dengan keahlian masing-masing, mulai dari teknik pewarnaan alami, pencelupan, cara menenun, pemasaran sederhana, hingga perhitungan biaya produksi.
Ilmu yang diberikan, kata Sjamsidar, bertujuan agar perajin bisa mandiri dan tidak hanya menjadi pekerja upahan.
“Walau kecil, hasil karya itu milik sendiri. Syukur-syukur berkembang dan punya anak buah,” katanya.
Selain pembinaan teknis, CTI juga menggandeng fashion designer dan model untuk menciptakan motif dan susunan baru yang sesuai tren warna dan gaya. Setelah satu tahun pendampingan, hasil karya perajin akan ditampilkan dalam peragaan busana di salah satu ajang mode besar di Jakarta.
Dalam kesempatan itu, Sjamsidar menegaskan bahwa tenun Cual adalah “ratunya songket”. Tingkat kesulitan membuatnya sangat tinggi, sehingga tak heran harganya mahal. Bahkan satu lembar kain dikerjakan oleh beberapa orang berbeda, mulai dari pencelupan, pengikatan motif, hingga penenunan.
“Yang menenun belum tentu yang membuat Cual-nya. Prosesnya panjang, rumit, dan melibatkan banyak tangan,” terangnya.
CTI memilih mengembangkan Tenun Cual Bangka karena nilai budayanya yang kuat dan keunikannya sebagai warisan lokal yang patut diangkat kembali ke panggung nasional. (AS)




















