Belitung, nidianews.com – Bangka Belitung kembali menjadi sorotan terkait aktivitas penambangan timah ilegal. Pemerintah pusat menaruh perhatian serius terhadap kondisi tersebut. Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM, Kementerian Hukum dan HAM RI, Munafrizal Manan, turun langsung ke Kabupaten Belitung untuk melihat situasi di lapangan, Kamis (6/11/2025).
Dalam kunjungan tersebut, Dirjen PDK HAM bertemu dengan Wakil Bupati Belitung, perwakilan OPD, kecamatan dan desa, serta warga terdampak. Ia juga meninjau lokasi tambang di Desa Juru Seberang, Kecamatan Tanjung Pandan, dan Desa Air Seruk, Kecamatan Sijuk.
“Kementerian HAM memberikan atensi terhadap kondisi masyarakat dan lingkungan yang terdampak pertambangan ilegal. Kami mendengar langsung keluhan dan melihat sendiri kondisi nyata di lapangan,” kata Munafrizal.
Ia menyebut persoalan tambang ilegal di Belitung kini semakin serius. Tidak hanya meninggalkan lubang bekas tambang yang merusak lingkungan, aktivitas penambangan juga mulai merambah kawasan sungai dan laut. Kondisi ini dinilai dapat memicu kerusakan lingkungan lebih luas serta menimbulkan keresahan masyarakat.
Dirjen PDK HAM menegaskan bahwa Kementerian Hukum dan HAM mendukung langkah tegas Pemerintah Daerah Belitung terhadap pelaku tambang ilegal. Menurutnya, isu pertambangan ilegal sangat berkaitan dengan aspek hak asasi manusia, karena menyangkut hak warga untuk hidup dalam lingkungan yang sehat dan aman.
“Belitung pernah mendapat predikat Kabupaten/Kota Peduli HAM. Maka hak-hak warga harus dijaga, dihormati, dan dipenuhi oleh semua pihak,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa kegiatan pertambangan seharusnya memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, menjaga kelestarian lingkungan, serta tidak mengancam keselamatan manusia. Kementerian HAM siap menjembatani koordinasi lintas pihak jika diperlukan. Pihaknya juga berharap aparat penegak hukum dapat bertindak tegas dan profesional sesuai hukum yang berlaku.
“Kegiatan tambang ilegal ini telah meresahkan warga dan berpotensi menimbulkan konflik sosial, sehingga penanganannya tidak boleh setengah-setengah,” tegasnya. (*)














