AEA2A348-B0E5-43A0-9E55-989E397CB541
IMG-20250203-WA0052
394177-IMG-20250224-WA0002 (1)
Mitra
Pangkalpinang

Ketua DPRD Bangka Belitung Mendesak Tindakan Cepat untuk 69 Warga yang Terjebak Perdagangan Manusia di Myanmar

×

Ketua DPRD Bangka Belitung Mendesak Tindakan Cepat untuk 69 Warga yang Terjebak Perdagangan Manusia di Myanmar

Sebarkan artikel ini
69 Warga
Share disini

Pangkalpinang, nidianews.com – Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Didit Srigusjaya, menegaskan bahwa pihaknya akan segera menjalin koordinasi intensif dengan Pemerintah Pusat guna mengevakuasi 69 warga Bangka Belitung yang menjadi korban perdagangan manusia dan kini tertahan di Myanmar. Ia menekankan bahwa penyelamatan mereka harus menjadi prioritas utama tanpa menunda waktu.

Kita harus bergerak cepat dengan langsung berkomunikasi dengan pemerintah pusat agar memperoleh kepastian terkait kondisi warga kita di sana. Mereka memerlukan pertolongan segera. Jangan hanya berkutat pada perdebatan soal legalitas keberangkatan mereka, tetapi fokus pada bagaimana cara memulangkan mereka ke tanah air agar bisa kembali bersatu dengan keluarganya di Bangka Belitung,” ujar Didit Srigusjaya, Rabu (5/3/2025).

DPRD Bangka Belitung dalam waktu dekat akan mengatur pertemuan dengan Pemerintah Pusat dan meminta Kepala Dinas Tenaga Kerja untuk turut serta dalam upaya penyelamatan ini. Menurut Didit, para korban ini merupakan hasil eksploitasi dari sindikat yang memperdaya mereka melalui janji pekerjaan yang ternyata tidak sesuai dengan kenyataan.

Mereka bukan berangkat melalui jalur resmi atau agen penyalur tenaga kerja yang sah, melainkan karena bujukan teman-teman mereka yang sudah lebih dulu berada di sana. Ini menjadi mata rantai yang terus berulang mereka yang sudah bekerja di luar negeri menghubungi rekannya di tanah air dan mengajak mereka berangkat. Pola ini yang menjadikan mereka tergolong sebagai pekerja migran non-prosedural,” lanjutnya.

Dari hasil koordinasi dengan Badan Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI), diketahui bahwa 69 warga Bangka Belitung ini awalnya berencana menyeberang ke Kamboja sebagai tujuan akhir. Informasi yang diperoleh menyebutkan bahwa mereka akan dipekerjakan dalam industri penipuan daring seperti scammer atau judi online.

Keberangkatan mereka pun tidak dilakukan secara serentak, melainkan bertahap dengan sistem perekrutan dari mulut ke mulut. Beberapa dari mereka bahkan telah terjebak dalam kondisi ini selama lima hingga enam bulan, sebagaimana diungkapkan oleh pihak keluarga.

Pemerintah Provinsi Bangka Belitung bersama DPRD telah merancang langkah strategis untuk memastikan pemulangan mereka. Didit Srigusjaya menegaskan bahwa pihaknya akan segera berangkat ke Jakarta untuk mendiskusikan solusi konkret dengan kementerian terkait.

Kita tidak boleh tinggal diam. Ini tanggung jawab kita bersama. Yang penting sekarang adalah bagaimana memastikan mereka kembali dengan selamat ke tanah air, bukan memperdebatkan alasan keberangkatan mereka. Dari data yang ada, 32 orang diketahui berangkat dari Bangka Belitung melalui penerbitan paspor imigrasi, sementara sisanya kemungkinan berasal dari daerah lain seperti Kalimantan dan lainnya,” jelasnya.

Terakhir, informasi yang diperoleh dari Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) mengungkapkan bahwa secara nasional, ada sekitar 250 warga Indonesia yang mengalami nasib serupa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 84 orang telah berhasil dipulangkan, termasuk dua di antaranya yang berasal dari Bangka Belitung. Mereka kini berada di Rumah Perlindungan dan Trauma Center (RPTC) Kementerian Sosial di Jakarta.

Didit juga meminta agar pihak terkait segera melakukan komunikasi lanjutan untuk memastikan kejelasan nasib mereka yang masih tertahan.

Kalau bisa, pekan ini kita langsung mengirim surat dan menemui kementerian terkait agar ada kepastian langkah berikutnya. Yang terpenting, kita ingin memastikan bahwa keluarga korban juga mendapatkan informasi yang utuh terkait situasi mereka saat ini,” pungkasnya.

Diketahui, mayoritas dari 69 warga tersebut kini berada di Myanmar, tepatnya di Yangon, di bawah pengawasan otoritas setempat. Lokasi mereka telah diketahui, meskipun mereka tersebar di beberapa titik pengungsian yang jaraknya cukup jauh antara satu dengan yang lain. (*)