Jakarta, nidianews.com – Kelangkaan gas LPG 3 kilogram atau yang sering disebut gas melon dalam beberapa waktu terakhir menjadi perhatian serius di berbagai daerah. Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Patijaya, memberikan dua rekomendasi strategis kepada pemerintah guna memastikan distribusi dan harga gas LPG 3 kilogram tetap terkontrol dengan baik.
Dalam keterangannya di Jakarta pada Rabu (5/2/2025), Bambang Patijaya menekankan bahwa Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) harus memastikan subsidi gas LPG 3 kilogram benar-benar tepat sasaran. Ia menegaskan bahwa sebagai barang bersubsidi, gas ini hanya diperuntukkan bagi masyarakat miskin yang membutuhkan.
“LPG 3 kilogram disubsidi oleh pemerintah, sehingga distribusinya harus benar-benar sampai kepada masyarakat miskin yang membutuhkan,” ujar Bambang.
Menurutnya, pemerintah mengalokasikan anggaran hingga Rp87 triliun per tahun untuk subsidi ini. Oleh karena itu, pengawasan yang ketat terhadap distribusi sangat diperlukan agar subsidi ini tidak jatuh ke tangan yang tidak berhak.
Bambang Patijaya juga menyoroti perbaikan dalam sistem distribusi gas melon, khususnya di tingkat pengecer. Ia menyampaikan bahwa saat ini Komisi XII DPR RI tidak lagi mempermasalahkan keberadaan pengecer karena telah dibenahi oleh Kementerian ESDM.
“Soal pengecer kita sudahi, karena sudah direvisi oleh Kementerian ESDM. Kami mengapresiasi langkah cepat ESDM dalam merespons kondisi di lapangan. Ke depan, pengecer diharapkan dapat dibina dan ditingkatkan menjadi subpangkalan, sesuai rencana awal Kementerian ESDM,” jelasnya.
Dengan adanya mekanisme subpangkalan, distribusi diharapkan lebih tertata, sehingga masyarakat yang berhak mendapatkan LPG 3 kilogram bisa memperoleh dengan harga yang sesuai ketetapan pemerintah.
Selain distribusi, Bambang Patijaya juga menyoroti pentingnya pengawasan harga gas LPG 3 kilogram agar tetap sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah.
Menurutnya, laporan dari masyarakat menunjukkan adanya lonjakan harga di beberapa daerah. Hal ini menimbulkan keresahan, terutama bagi masyarakat miskin yang bergantung pada LPG 3 kilogram untuk kebutuhan sehari-hari.
“Pengecer yang diformalkan sebagai subpangkalan diharapkan bisa menjadi bagian dari rantai distribusi yang lebih tertib. Kami menyerahkan kepada Kementerian ESDM untuk mengatur mekanismenya dengan baik, agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari,” tutupnya.(*)