Bangka Tengah, nidianews.com – Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dari Fraksi PDI Perjuangan, Me Hoa, SH., MH., kembali menunjukkan komitmennya di bidang kesehatan dengan melaksanakan kegiatan Penyebarluasan Peraturan Daerah (Sosper) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan. Kegiatan berlangsung pada Sabtu, 24 Mei 2025, bertempat di Resto Gale-Gale Seafood, Desa Beluluk, Kecamatan Pangkalan Baru, Kabupaten Bangka Tengah.
Dalam kesempatan tersebut, Me Hoa menegaskan bahwa isu pelayanan kesehatan menjadi perhatian seriusnya. Bahkan saat ini, ia tengah mendalami topik tersebut dalam penelitian pribadinya guna mendorong peningkatan kualitas layanan kesehatan di daerah.
“Pemerintah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, memang sudah melakukan pelayanan. Tapi kenyataannya masih banyak kekurangan. Buktinya, pengaduan masyarakat soal BPJS masih tinggi. Ada yang BPJS-nya tiba-tiba nonaktif tanpa sepengetahuan, lalu panik saat di rumah sakit. Ini tidak boleh terjadi lagi,” ujar Me Hoa.
Ia menyoroti perlunya sistem pendaftaran di rumah sakit yang lebih solutif dan terintegrasi.
“Bagian pendaftaran rumah sakit harus bisa langsung menyelesaikan masalah BPJS tanpa harus menghubungi pihak luar. Kita butuh kepercayaan sistem. Kalau tidak, pasien keburu panik, apalagi kalau datang sendirian,” tegasnya.
Me Hoa juga mengungkapkan pentingnya pendekatan layanan sejak awal, khususnya soal pembiayaan. Ia menyebut bahwa aturan yang mewajibkan pelayanan kesehatan tanpa menanyakan biaya harus benar-benar diterapkan. Namun, kenyataan di lapangan masih berbeda.
“Kadang-kadang psikologis pasien terganggu karena ditanya biaya dulu. Apalagi untuk kasus kecelakaan atau gawat darurat. Pelayanan seperti ini harus diperjelas. Jangan sampai ada diskriminasi,” tegasnya.
Lebih lanjut, Me Hoa mengapresiasi keberadaan Perda Pelayanan Kesehatan namun menyarankan agar peraturan tersebut diperkuat dengan Peraturan Gubernur (Pergub) yang lebih rinci. Menurutnya, saat ini dengan sistem Jaminan Kesehatan Semesta (Universal Health Coverage/UHC), layanan BPJS tidak boleh lagi memandang status ekonomi.
“Semangat UHC itu tidak membedakan kaya dan miskin. Kalau BPJS kelas 3, itu bisa langsung aktif dalam satu hari. Jangan lagi masyarakat dipersulit dengan harus ke dinas dulu, bawa surat pengantar, baru bisa aktif. Terutama PBI (Penerima Bantuan Iuran), ini harus bisa langsung jalan,” katanya.
Me Hoa juga menekankan perlunya edukasi kepada masyarakat terkait skema layanan BPJS.
“Mereka harus tahu, untuk kasus gawat darurat tidak perlu rujukan. Rawat jalan iya, tapi kalau darurat harus langsung bisa dilayani,” jelasnya.
Ia turut menyoroti tantangan dalam pelayanan pasien gangguan jiwa. Meski pemerintah provinsi sudah bekerja sama dengan apotek kosmas untuk penyediaan obat di kabupaten/kota, namun kesadaran keluarga pasien masih kurang.
“Kadang keluarga tidak bisa memastikan pasien minum obat. Padahal kualitas obatnya sama, tak harus ke RSJ. Ini jadi PR kita juga,” ujar Me Hoa.
Terkait SDM, Me Hoa menyoroti ketimpangan antara jumlah dokter dan pasien. Ia mendorong agar BKPSDM membuka formasi dokter lebih banyak, terutama PNS, mengingat jumlah penduduk yang terus meningkat.
“Kadang dokter cuti atau ibadah, itu hak mereka. Tapi kita butuh sistem cadangan. Jangan sampai pelayanan terganggu. Saya berharap gubernur yang baru bisa alokasikan anggaran khusus untuk SDM kesehatan, termasuk tenaga medis,” pungkasnya.
Melalui kegiatan ini, Me Hoa berharap masyarakat semakin paham hak dan prosedur dalam layanan kesehatan, serta teredukasi tentang sistem BPJS dan manfaat UHC secara menyeluruh. (*)