nidianews.com – Di tepian Tanjung Pendam, tepat menghadap laut yang tenang dan berangin, berdiri sebuah bangunan tua yang menyimpan banyak cerita. Masyarakat Tanjungpandan mengenalnya dengan dua nama: Rumah Eks Tuan Kuase dan Wisma Bougenville. Nama boleh berubah-ubah, waktu boleh berjalan, tetapi bangunan ini tetap menjadi saksi dari sebuah masa ketika Belitung bukan sekadar pulau damai, melainkan pusat kepentingan ekonomi yang dijaga ketat oleh kekuasaan kolonial.
Rumah ini dibangun sekitar tahun 1862. Dahulu, ia adalah kediaman resmi seorang pejabat Belanda bergelar Hoofdadministrateur, pejabat tertinggi administrasi yang mengelola tambang timah dan seluruh tata kelola kepentingan kolonial di Belitung. Dari rumah inilah kebijakan-kebijakan penting ditandatangani. Dari berandanya yang menghadap laut, sang tuan kuasa mungkin menyaksikan kapal-kapal pengangkut hasil bumi keluar masuk pelabuhan, membawa kekayaan pulang ke negeri jauh.
Arsitektur bangunan ini masih menyimpan karakter khas kolonial: dinding tebal, jendela-jendela besar untuk sirkulasi udara, dan atap tinggi yang membuat suhu ruangan tetap sejuk meski matahari Belitung terik menyengat. Di sekelilingnya tumbuh bunga bougenville yang kemudian memberi julukan baru: Wisma Bougenville, seolah-olah ingin melembutkan kesan kekuasaan yang dulu melekat di sini.
Seiring waktu bergulir, bangunan ini tak lagi menjadi pusat kendali tambang. Kekuasaan berpindah, administrasi berubah, dan rumah tua ini sempat mengalami berbagai fase pemanfaatan. Ada masa ketika ia dijadikan wisma, ada pula ketika hanya menjadi tempat singgah sementara. Namun satu hal yang tetap, ia menjadi bagian penting dari memori kolektif masyarakat Tanjungpandan.
Berjalan di dalamnya hari ini bukan sekadar berjalan di antara tembok dan lantai kayu tua. Rasanya seperti menapaki kembali ruang-ruang yang pernah penuh intrik, keputusan besar, juga cerita keluarga yang tumbuh di dalam kekuasaan. Ada nuansa nostalgia yang pelan namun kuat. Ada hening yang tidak menakutkan, justru merangkul.
Kini, Rumah Eks Tuan Kuase menjadi salah satu titik sejarah yang perlu dirawat. Ia bukan hanya bangunan lama, tetapi artefak perjalanan panjang Belitung. Di antara gelombang pariwisata dan geliat ekonomi baru, rumah ini memberi jeda: mengingatkan bahwa pulau ini punya akar yang dalam, punya sejarah yang tidak boleh sekadar dilewati begitu saja.
Bagi siapa pun yang datang ke Tanjung Pendam, sempatkan menoleh. Masuklah barang sejenak. Dengarkan apa yang diceritakan dinding-dindingnya. Kadang sejarah tidak berteriak. Ia berbisik pelan, menunggu kita mau mendengarkan. (*)




















