nidianews.com – Di kaki Gunung Ijen, tepatnya di Kecamatan Glagah, Banyuwangi, berdiri sebuah desa yang menjadi jendela untuk melihat kekayaan budaya suku Osing, masyarakat asli Banyuwangi. Desa Wisata Adat Osing Kemiren bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga panggung hidup yang menampilkan warisan leluhur: rumah tradisional, bahasa, tarian, hingga upacara adat yang diwariskan dari generasi ke generasi. Desa ini juga menjadi bagian dari kawasan Ijen Geopark dan telah diakui sebagai salah satu desa wisata unggulan di Indonesia.
Nama “Kemiren” dipercaya berasal dari pohon kemiri yang dulunya tumbuh subur di wilayah ini. Sejak masa Kerajaan Blambangan, desa ini berkembang menjadi komunitas adat Osing yang kuat memegang identitasnya. Bahasa, tata cara, dan desain rumah tradisional dipertahankan bukan hanya sebagai simbol, tetapi juga sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Bagi warga, pariwisata adalah cara untuk merawat budaya sambil membuka peluang ekonomi bagi masyarakat.
Berkunjung ke Kemiren berarti ikut larut dalam keseharian masyarakatnya. Aktivitas yang bisa dinikmati antara lain:
Menjelajahi rumah tradisional Osing* deretan rumah dengan ornamen kayu khas, pekarangan rapi, dan tata ruang yang mencerminkan filosofi hidup masyarakat Osing.
- Menyaksikan seni pertunjukan – Tari Gandrung yang memukau, Tari Barong, musik Gedhogan, Jaran Goyang, hingga alunan gejog lesung yang masih dimainkan secara rutin.
- Belajar dari warga setempat – mencoba memasak kuliner khas Osing, mengikuti workshop menenun, mengenakan pakaian adat, hingga mempraktikkan cara membajak sawah secara tradisional.
- Menikmati lanskap desa – berjalan santai di antara sawah hijau, menyusuri sungai kecil, atau mengabadikan momen lewat fotografi budaya.
Pengelolaan desa wisata ini dilakukan oleh masyarakat sendiri. Banyak warga membuka homestay, warung makan, atau memproduksi kerajinan tangan dan makanan tradisional sebagai bagian dari UMKM desa. Hasilnya, generasi muda punya alasan untuk tetap tinggal dan melanjutkan tradisi. Dukungan pemerintah daerah serta pihak swasta turut memperkuat posisi Kemiren di tingkat nasional sebagai desa wisata berprestasi.
Tips berkunjung
- Akses mudah – hanya 5–8 km dari pusat kota Banyuwangi, bisa dicapai dengan kendaraan pribadi atau transportasi lokal.
- Waktu terbaik – selain berkunjung harian, perhatikan jadwal festival atau upacara adat agar pengalaman lebih berkesan.
- Etika – hormati adat dan privasi warga; selalu minta izin sebelum memotret atau memasuki rumah.
- Dukung UMKM lokal – membeli kerajinan atau mencicipi kuliner khas adalah bentuk apresiasi dan dukungan nyata bagi warga.
Kemiren bukan hanya tempat untuk “melihat” budaya, tetapi untuk mengalami dan merayakannya. Setiap sudut desa menyimpan cerita, setiap senyum warga mengajak pengunjung untuk menjadi bagian dari kehidupan mereka. Di tengah arus modernisasi, Kemiren membuktikan bahwa tradisi dan kemajuan bisa berjalan berdampingan, menjadikannya salah satu permata budaya di Banyuwangi yang layak dikunjungi. (RE)