nidianews.com – Dalam kekayaan budaya Nusantara, masyarakat Sunda memiliki banyak tradisi yang hingga kini masih lestari. Salah satu tradisi yang cukup unik dan sarat makna adalah Nganteuran. Meski mungkin belum banyak dikenal luas di luar masyarakat Sunda, Nganteuran adalah simbol kehangatan, kebersamaan, dan nilai gotong royong yang menjadi jantung kehidupan sosial orang Sunda.
Nganteuran (kadang disebut juga nganteran) merupakan tradisi mengantarkan makanan atau bingkisan kepada kerabat, tetangga, atau keluarga, terutama dalam momen-momen penting seperti menjelang pernikahan, khitanan, syukuran, atau hari besar keagamaan seperti Lebaran.
Isi dari antéuran bisa beragam, mulai dari nasi lengkap dengan lauk-pauk, kue-kue tradisional, hingga sembako atau buah-buahan. Wadahnya pun kini beragam dulu menggunakan rantang atau bakul bambu, kini banyak yang memakai dus cantik atau tampah dihias.
Tradisi ini bukan sekadar soal memberi makanan. Ada makna mendalam yang tersimpan dalam setiap antéuran:
Simbol Silaturahmi, Nganteuran menjadi sarana mempererat hubungan kekeluargaan dan bertetangga. Memberi dan menerima antéuran menciptakan ikatan emosional yang kuat antarindividu dalam satu komunitas.
Wujud Rasa Syukur, Saat seseorang akan menggelar hajatan, mereka biasanya nganteuran dulu ke tetangga sekitar. Ini adalah bentuk rasa syukur dan pemberitahuan bahwa mereka akan mengadakan acara.
Gotong Royong Sosial, Dalam masyarakat Sunda, menerima antéuran secara tidak langsung berarti siap membantu atau hadir dalam hajatan tersebut. Jadi, ini juga bagian dari ajakan untuk saling bantu.
Tidak Menuntut Balasan, Meskipun terkadang orang yang menerima merasa ingin membalas saat punya acara serupa, esensi dari Nganteuran bukanlah untuk mengharapkan balasan, tetapi untuk berbagi dan menunjukkan kepedulian.
Meski zaman terus berubah dan gaya hidup semakin modern, tradisi Nganteuran masih banyak dilestarikan, terutama di kampung-kampung atau daerah pedesaan di Jawa Barat. Bahkan di perkotaan, tradisi ini tetap hidup dengan sedikit penyesuaian. Orang-orang kini lebih praktis dalam penyajian, tapi nilai silaturahmi dan gotong royongnya tetap kuat.
Bahkan, beberapa keluarga memodifikasi bentuk antéuran menjadi hampers Lebaran atau paket syukuran yang dikemas modern namun tetap mengusung semangat Nganteuran.
Di tengah arus globalisasi dan individualisme yang kian menguat, menjaga tradisi seperti Nganteuran adalah bentuk pelestarian nilai-nilai luhur bangsa. Tradisi ini bukan hanya milik orang Sunda, tapi menjadi bagian dari wajah budaya Indonesia yang ramah, guyub, dan penuh kepedulian.
Nganteuran bukan hanya tentang memberi bingkisan, tapi tentang menyambung hati. Ia mengajarkan kita bahwa kebersamaan, rasa syukur, dan gotong royong adalah kekuatan sejati dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam antéuran sederhana, tersimpan filosofi hidup yang layak terus dirawat lintas generasi. (*)