Menelusur Keunikan Musik Batanghari Sembilan Sumatera Selatan

Keunikan Musik Batanghari
Ribuanata Penggiat Musik Batanghari Sembilan. nidianews.com
Share disini

Keunikan Musik Batanghari Merapatkan diri dalam melodi pesona Batanghari Sembilan, perjalanan musikal melalui kain budaya Sumatera Selatan

nidianews.com – Batanghari Sembilan adalah istilah untuk irama musik dengan petikan gitar tunggal yang berkembang di Wilayah Sumatera Bagian Selatan. Dalam pengertian yang lebih luas, Batanghari Sembilan adalah kebudayaan yang berbasis pada sungai.

Kebudayaan ini adalah kebudayaan agraris yang selaras dengan alam. Musik yang diekspresikan dari budaya ini bernuansa romantik, melonkolik dan naturalistik.

Musik dan lagu batanghari sembilan diperkirakan berakar dari rejung (pantun/sastra tutur di Besemah, salah satu wilayah Batanghari Sembilan). Pada mulanya, rejung tak menggunakan instrumen musik tradisional sebagai alat pengiring bunyi, ia hanya dituturkan dengan irama yang khas.

Bacaan Lainnya
Yellow-and-Blue-Bold-Marketing-Agency-with-Hexagon-Frame-Linked-In-Banner

Perkembangan selanjutnya, rejung mulai diharmonisasikan dengan alat bunyi perkusi sederhana, terbuat dari bambu (getuk, getak-getung), kulit binatang (redap) dan terbuat dari besi (gung, kenung). “Instrumen” rejung ini bertambah lagi dengan alat bunyi tiup yang terbuat dari bambu (seredam), besi (ginggung) bahkan ada yang terbuat dari daun (carak).

Alat musik modern; gitar, akordion, terompet, biola, mulai dikenal menjadi alat pengiring musik dalam batanghari sembilan diperkirakan sejak bangsa Barat masuk ke Sumsel.

Sejak memakai alat musik modern, alat musik tradisional mulai ditinggalkan, hanya ginggung (ginggong) masih terlihat. Pasca 1945, sesuai dengan dinamika perkembangannya, genre musik batanghari sembilan membelah lagi menjadi beberapa sub-genre,

Pengkategorian musik seperti terkadang merupakan hal yang subjektif, di antaranya rejung (makna lain adalah sastra tutur), tige serangkay (tiga serangkai), antan delapan gitar tunggal (akustik).

Awalnya tige serangkay dan antan delapan adalah judul pantun dalam rejung. Amuntaukah ayik karawang /Ay, ngape nak nyabun aduhay sayang, sane seberang sane /Amuntaukah nasib kah malang /Ay, ngape nak tughun aduhay, sayang deniye dalam lah deniye /Amun mbak ini rupe mandian /Ay, ngape dik mandi aduhay, sayang kayik jalan kayik /Amun mbak ni rupe bagian /Ay, ngape di mati aduhay, sayang kecik badan lah kecik adalah syair tiga serangkai. Dalam perkembangannya, nada, ritme, melodi, dan harmoni dalam kedua lagu itu menjadi menjadi lagu-lagu dengan judul lain.

Salah satu wilayah Sumatera Selatan, di Kabupaten Ogan Ilir terdapat satu wilayah yang memiliki kesenian khas Batanghari Sembilan yaitu desa “Muara Kuang”.

Di Kecamatan ini pertama kali kesenian Tembang Batanghari Sembilan dipopulerkan yang lazim disebut Tembang Nasib. Sejak tahun 1970-an sampai dengan sekarang sudah berciri khas diiringi tari daerah dan lagu.

Syair Tembang Batanghari Sembilan yang pertama kali diciptakan adalah : “muara Kuang Enam Belas Dusun, lima di kuang sebelas di Ogan,

Dusun Muara Kuang mintak disusun, banyak kekurangan serbe ketinggalan”. Dimana pantun atau syair Tembang Batanghari Sembilan ini menceritakan di daerah Muara Kuang itu sendiri terdiri dari enam belas desa diantaranya lima berada di daerah Kuang dan sebelas berada di daerah Ogan. Tembang Batanghari Sembilan umumnya ditampilkan dalam rangka menyambut para tamu penting seperti : Gubernur, Bupati dan Camat.(*)

sumber : balitbangnovdasumsel.com

Pos terkait

PT-NIDIA-MEDIA-UTAMA