Kesenian Lisan Khas Musi Banyuasin
nidianews.com – Senjang merupakan salah satu bentuk kesenian lisan yang berasal dari Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Tradisi ini telah diwariskan turun-temurun dan menjadi bagian penting dari budaya masyarakat setempat. Nama “senjang” berasal dari istilah lokal yang merujuk pada kegiatan berbalas pantun dengan irama khas Melayu. Pada masa lampau, senjang sering digunakan sebagai media hiburan rakyat, sarana penyampaian pesan moral, dan dokumentasi lisan sejarah masyarakat.
Senjang memiliki beberapa ciri khas yang membuatnya unik dibandingkan dengan kesenian lisan lainnya, seperti:
- Berbalas Pantun: Inti dari senjang adalah dialog berupa pantun yang disampaikan secara bergantian oleh dua orang.
- Irama Melayu: Pantun-pantun dalam senjang diiringi dengan irama musik Melayu yang khas, sering kali menggunakan alat musik seperti tanjidor.
- Isi yang Variatif: Isi senjang dapat berupa lelucon, sindiran, atau nasihat yang disesuaikan dengan konteks acara.
- Improvisasi: Senjang sering dilakukan secara spontan, menunjukkan kecerdasan dan kreativitas penuturnya.
Dalam pertunjukan senjang, tanjidor memainkan peran penting sebagai pengiring. Alat musik tradisional ini, yang terdiri dari berbagai instrumen tiup dan perkusi, menciptakan suasana meriah dan membantu menjaga ritme pantun yang disampaikan. Kombinasi antara irama tanjidor dan lantunan pantun menciptakan harmoni yang memikat perhatian audiens.
Senjang menjadi hiburan yang digemari masyarakat, terutama dalam acara-acara seperti pesta pernikahan, syukuran, dan festival budaya. Kehadiran senjang di tengah acara menciptakan suasana yang hangat dan penuh tawa.
Isi senjang sering mengandung pesan-pesan moral dan nasihat yang relevan dengan kehidupan sehari-hari. Dengan cara yang ringan dan menghibur, senjang menjadi alat edukasi yang efektif untuk menyampaikan nilai-nilai budaya dan agama.
Senjang juga berfungsi sebagai dokumen lisan yang merekam cerita, tradisi, dan sejarah masyarakat. Dalam banyak kasus, pantun-pantun dalam senjang mengandung informasi tentang adat istiadat, kondisi sosial, dan peristiwa penting yang pernah terjadi di Musi Banyuasin.
Pantun yang digunakan dalam senjang biasanya terdiri dari empat baris, dengan pola rima a-b-a-b. Dua baris pertama berisi sampiran, sedangkan dua baris berikutnya menyampaikan isi atau pesan utama.
Senjang dilakukan oleh dua orang yang saling berbalas pantun. Interaksi ini menunjukkan kepiawaian mereka dalam menyusun pantun secara spontan dan relevan dengan situasi.
Irama tanjidor mengiringi setiap pantun, menjaga alur dan ritme yang harmonis. Penonton sering kali ikut bertepuk tangan mengikuti irama, menambah semarak suasana.
Pesan yang disampaikan dalam senjang bervariasi, mulai dari lelucon ringan untuk menghibur hingga sindiran tajam yang mengundang refleksi. Dalam konteks adat, senjang juga digunakan untuk menyampaikan petuah atau nasihat yang bijak.
Senjang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari berbagai acara adat di Musi Banyuasin. Dalam upacara pernikahan, misalnya, senjang sering digunakan untuk menyambut tamu atau memeriahkan suasana. Selain itu, senjang juga kerap dipertunjukkan dalam festival budaya sebagai bentuk pelestarian tradisi.
Seiring dengan perkembangan zaman, senjang menghadapi tantangan untuk tetap relevan. Namun, upaya pelestarian terus dilakukan oleh komunitas lokal dan pemerintah daerah. Beberapa langkah yang telah diambil meliputi:
- Penyelenggaraan Festival Budaya: Festival yang menampilkan senjang sebagai salah satu atraksi utama.
- Pelatihan Seni Tradisional: Program pelatihan untuk generasi muda agar tradisi senjang tidak punah.
- Digitalisasi Konten: Dokumentasi pertunjukan senjang dalam bentuk video yang diunggah ke platform digital untuk menjangkau audiens yang lebih luas.
Senjang bukan sekadar hiburan, tetapi juga cerminan identitas budaya masyarakat Musi Banyuasin. Dengan irama Melayu yang khas dan pesan-pesan yang mendalam, senjang memiliki potensi besar untuk terus berkembang dan dikenal lebih luas. Melalui upaya pelestarian yang konsisten, senjang dapat menjadi aset budaya yang tidak hanya memperkaya khazanah seni tradisional, tetapi juga menginspirasi generasi masa depan. (*)